Tengok Siswa di Barak Militer Bareng Dedi Mulyadi dan komdigiTengok Siswa di Barak Militer Bareng Dedi Mulyadi dan komdigi

Gaya Baru Pendidikan Ala Militer: Inisiatif Lokal yang Jadi Sorotan Nasional

Purwakarta, 14 Mei 2025 Ada pemandangan tak biasa di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Purwakarta. Bukan pasukan tentara yang lagi latihan atau apel, tapi puluhan anak berseragam yang sedang dilatih baris-berbaris, push-up, dan disuruh tidur tepat waktu. Bukan hukuman, bukan juga pelatihan tentara anak, tapi ini bagian dari program unik hasil kolaborasi Pemerintah Jawa Barat dengan satuan militer, buat anak-anak yang susah diatur dan kecanduan gadget.

Kali ini, yang datang langsung menengok barak adalah Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, bareng Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Mereka ingin lihat langsung apakah pendekatan “karakter lewat disiplin” ini benar-benar bisa membantu anak-anak zaman sekarang yang katanya susah disuruh lepas dari layar ponsel.

“Inisiatif ini kami pantau dari pusat. Kalau memang ini baik, saya bilang ke tim, nggak ada salahnya kita perluas,” kata Meutya saat diwawancarai di lokasi.

Maksud dan Tujuan Kunjungan Menkomdigi ke Barak Militer

Kunjungan Menkomdigi kali ini bukan sekadar simbolis atau formalitas. Ada beberapa tujuan utama dari kedatangan Meutya Hafid ke lokasi:

1. Meninjau langsung pelaksanaan program re-edukasi digital

Menkomdigi ingin memastikan bahwa program ini benar-benar berjalan dengan baik dan sesuai dengan koridor hukum serta prinsip hak anak.

2. Evaluasi untuk kemungkinan scale-up nasional

Kalau program ini terbukti berdampak positif, pemerintah pusat siap bawa konsep ini jadi kebijakan nasional.

3. Mengukur efektivitas pendidikan karakter berbasis militer

Pendidikan karakter melalui pendekatan semi-militer dianggap bisa melatih disiplin dan mengurangi kecanduan gadget pada anak-anak.

4. Koordinasi lintas kementerian

Meutya menyebut pihaknya sudah mulai koordinasi dengan Kemendikbud, Kemenag, Kemendagri, dan Kementerian PPPA supaya pendekatan yang serupa bisa diadopsi sesuai kebutuhan daerah lain.

Kenapa Anak-anak Sampai Masuk Barak?

Program ini bukan hukuman, apalagi tindakan represif. Anak-anak yang ikut program ini berasal dari permintaan orang tua, yang merasa kewalahan karena anaknya kecanduan game online, tidak patuh di rumah, susah sekolah, bahkan nggak bisa lepas dari HP.

“Bukan dipaksa, tapi berdasarkan permintaan orang tua”

“Saya tadi tanya ke komandannya, mereka bilang semua anak di sini datang karena orang tuanya yang minta. Program ini sifatnya sukarela,” tegas Meutya.

Dari Gadget ke Barak: Cerita Anak yang Dikirim Orang Tuanya

Salah satu peserta program, sebut saja namanya Rendi, 14 tahun, asal Karawang. Ibunya mengaku sudah frustasi karena Rendi bisa main game online sampai jam 3 pagi dan bolos sekolah lebih dari 2 minggu berturut-turut.

“Kalau dilarang, dia ngamuk. Kalau HP-nya disita, dia mogok makan. Makanya saya setuju banget waktu ditawarin masuk program ini,” ujar ibunya sambil meneteskan air mata.

Setelah dua minggu tinggal di barak, perubahan mulai terlihat. Rendi sudah bisa bangun pagi tanpa dibangunin, dan mulai mau makan sayur.

Dedi Mulyadi dan Visi Pendidikan Alternatif

“Kalau sekolah gagal, masyarakat harus turun tangan”

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dikenal dengan ide-idenya yang nyeleneh tapi menyentuh akar persoalan. Menurutnya, sistem pendidikan konvensional kadang nggak bisa menangani anak-anak yang punya kebutuhan khusus secara emosional maupun perilaku.

“Saya percaya bahwa kalau negara gagal mendidik, masyarakat harus punya inisiatif. Ini bukan soal hukuman, tapi soal membentuk ulang karakter,” kata Dedi dengan penuh keyakinan.

Masalah Digital yang Sudah Kritis

Menurut data yang diungkap Menkomdigi, lebih dari 60% anak usia 10-17 tahun di Indonesia mengalami paparan digital lebih dari 6 jam per hari. Bahkan sebagian sudah masuk dalam kategori kecanduan.

Gejala kecanduan digital pada anak:

GejalaDampak
Sulit konsentrasiPrestasi sekolah menurun
Tidur larut malamGangguan pola tidur
Emosi tidak stabilMudah marah jika tidak pegang HP
Ketergantungan pada validasi onlineMenurunnya kepercayaan diri offline
Menolak interaksi sosial nyataIsolasi dari lingkungan sekitar

“Anak-anak kita makin hari makin sulit konsentrasi karena terlalu lama di dunia digital. Ini bukan cuma urusan sekolah atau orang tua, tapi tanggung jawab kita semua,” tambah Meutya.

Apa yang Diajarkan di Barak?

Kegiatan Harian di Barak Pendidikan Karakter

JamAktivitas
05.00Bangun dan olahraga pagi
06.00Sarapan dan bersih-bersih barak
07.00Kegiatan belajar (akademik & motivasi)
10.00Latihan disiplin dan teamwork
12.00Makan siang dan istirahat
14.00Sesi terapi perilaku dan refleksi diri
16.00Kegiatan seni atau olahraga sore
18.00Makan malam
19.00Evaluasi harian dan persiapan tidur
21.00Lights out (tidur wajib)

Apa Kata Para Pakar?

Psikolog anak, dr. Febria Alamsyah, mengungkap bahwa pendekatan semi-militer dalam jangka pendek bisa memberi shock therapy yang efektif, asal tetap dalam pengawasan dan tidak melanggar hak anak.

“Selama pendekatannya edukatif, bukan hukuman, ini bisa jadi solusi alternatif yang menarik,” katanya.

Payung Hukum Program Ini

Program ini bukan program dadakan tanpa dasar hukum. Menkomdigi menegaskan bahwa inisiatif ini sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.

“Kita sudah punya dasar hukumnya, ini bukan program liar. Kita hanya pakai pendekatan yang berbeda, tapi tetap dalam koridor konstitusi,” tegas Meutya.

Potensi Diperluas Nasional?

Melihat antusiasme orang tua dan hasil awal yang cukup positif, Menkomdigi tidak menutup kemungkinan program ini akan di-scale-up ke tingkat nasional.

Namun tentu saja, hal ini perlu kajian mendalam dan kolaborasi dengan kementerian lain, termasuk Kemendikbud dan Kementerian Sosial.

Menanti Efek Jangka Panjang Projek Dedi Mulyadi

Kunjungan Menkomdigi dan Dedi Mulyadi hari ini bukan sekadar acara seremonial. Ini bagian dari upaya mencari solusi nyata terhadap salah satu krisis yang mengancam generasi muda: kecanduan digital dan krisis disiplin.

Kalau eksperimen di Jawa Barat ini berhasil, bisa jadi ini langkah awal perubahan besar dalam dunia pendidikan Indonesia.

“Kalau dulu anak nakal dikirim ke pesantren. Sekarang bisa jadi ke barak. Yang penting, mereka pulang jadi anak baik,” — Dedi Mulyadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *